Rabu, 15 Februari 2006

Peluang Budidaya Kelinci




Orang bodoh  akan bilang, kelinci tidak layak digarap karena belum jelas pasar penjDSC00299ualannya. Sedangkan orang cerdas akan berkata “inilah lahan usaha baru yang menantang karena belum banyak orang menggarapnya sehingga kita tidak perlu repot bersaing dengan kompetitor.” Orang yang tak mau maju bilang, pasar kelinci sangat sulit. Karena itu kita tidak layak ternak dalam jumlah banyak.  Orang yang berpikir maju berkata, pasar kelinci justru mudah karena bisa dijual di kandang, tak perlu repot-repot membuka pasar. Lebih cerdas lagi kalau mau mengolah hasil panen untuk dendeng kelinci, bakso, sate, abon, atau kerupuk kulit kelinci. Pemasaran bisa dilakukan secara konvensional dengan menawarkan barang unik berkualitas tiada tanding. Harga jual mahal pun tidak masalah karena daging kelinci adalah daging ekseklusif.
Orang pesimistis bilang, masyarakat kita tidak suka daging kelinci. Orang optimistis berkata, “kelinci mimiliki daging paling berkualitas di antara hewan lain sehingga layak dijadikan konsumsi protein hewani. Adapun masalah psikologis seperti kurang nyaman memakan daging kelinci bisa disiasati dengan pengemasan yang baik agar pembeli tidak teringat oleh kelucuan kelinci.” Kandungan gizi yang baik akan menjadi isu promosi yang mendrongkrak penjualan karena akhir-akhir ini banyak daging hewan tidak sehat di pasar. Orang pengecut bilang, takut beternak kelinci karena kelinci gampang mati. Orang  cerdas dan berani bilang, resiko kematian menimpa setiap makhluk hidup. Masalah kelinci mati ada sebabnya, dan sebuah tantangan yang biasa bagi kita untuk mengatasinya. Hal ini sudah dibuktikan oleh banyak peternak yang sukses. Orang bodoh bilang, ternak kelinci membutuhkan banyak modal, antara lain kandang rumah, kandang baterai, peralatan dan obat-obatan sehingga akan menguras penghasilan. Orang cerdas berkata, tidak ada ternak yang tidak memakai modal. Modal besar sekalipun tidak masalah karena akan mendapatkan penghasilan yang lebih besar.
Orang cerdas akan mengambil peluang ternak atau bisnis kelinci sebagai potensi. Dengan inilah ia pasti serius menggali pengetahuan secara mendalam sehingga ia tidak salah melangkah. Apa langkah-langkah yang mesti dilakukan oleh orang cerdas dalam beternak?
Pertama, mengetahui secara luas dan mendalam tentang seluk-beluk kelinci. Dunia perkelincian tidak bisa dikenali cukup dengan satu dua bacaan, apalagi sekedar infomasi lewat telpon/sms seperti kebanyakan orang. Kita jangan sok praktis dengan bertanya sekali dua kali atau hanya melihat satu dua peternakan lantas berkata, “aku bisa menjalankan usaha.” Sikap sok tahu ini sebenarnya milik orang bodoh. Akan lebih baik jika mula-mula sebelum banyak bertanya kepada orang kita membaca buku kelinci secara lengkap, termasuk buku yang membicarakan bisnis dan pemasarannya. Kenapa demikian? sebab setiap orang pasti akan bertanya, kemana menjualnya? harganya berapa? dan seterusnya. Kebanyakan orang kita masih awam dalam hal ini. Supaya cerdas dan memperoleh ilmu secara cepat sebaiknya membaca buku panduan terlebih dulu. Ini lebih efektif dan murah dibanding banyak bertanya lewat telpon maupun datang jauh-jauh ke peternak.  Orang bodoh bilang, harga buku mahal, dan karena itu lebih suka menghabiskan pula atau plesiran dengan biaya tinggi. Sementara orang pinter bilang, harga buku murah karena dengan beberapa buku ia akan dapatkan ilmu pengetahuan yang luas.
Kedua, setelah membaca buku barulah kemudian studi lapangan datang langsung ke peternak, syukur langsung magang. Dengan bekal pengetahuan teori dari buku, kita akan bisa membenturkan antara teori dengan praktik. Harus disadari pula bahwa pengetahuan yang baik selalu memakai pendekatan antara teori dan praktik secara bersamaan. Buku memang tidak menjamin pengetahuan praktis sebab buku hanya memberikan pedoman. Ini kebanyakan buku-buku di Indonesia yang memang tipis-tipis. Karena itu tidak ada salahnya membeli buku dalam jumlah beberapa jenis sebagai studi perbandingan. Dari situlah nanti kita akan dibuat bingung karena perbedaan. tetapi percayalah ini hanyalah fase awal. Fase kedua adalah praktik dan konsultasi pada peternak handal yang bisa menjelaskan secara ilmiah. Jangan asal percaya kepada rumus yang tidak ilmiah. Tanyalah alasan-alasannya secara logis. Sama seperti pada buku, materi di dalamnya mesti kita uji apakah masuk akal atau tidak. Misalnya dalam hal kelinci boleh minum atau tidak. Apakah masuk akal makhluk hidup tidak boleh diberi air minum?  Dalam hal etika juga berlaku begitu. Apakah etis jika sebuah buku untuk orang Indonesia memperbolehkan pemotongan kelinci dengan cara memukul kepala atau memelintir leher? Kita orang timur, mestinya memakai budaya yang sesuai masyarakat kita. Akhirul kalam, buku juga harus kita kritisi.
Ketiga, teruslah belajar dan bekerja dengan giat. Tidak ada usaha tanpa resiko dan tidak ada kesuksesan tanpa kerja keras. Bukan hanya di peternakan kelinci, melainkan di sektor usaha manapun. Semua harus diusahakan secara sungguh-sungguh agar potensi usaha yang baik tidak terbengkelai. (muzaki ahmad, peternak kelinci Probolinggo)

Label: