Ternak Ettawa Dongkrak Penghasilan, Lestarikan Lingkungan
Sebagian besar masyarakat masih menerapkan beternak sebagai usaha sambilan untuk menghasilkan penghasilan tambahan. Namun, bagi warga Dusun Sukorejo dan Kemirikebo, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, beternak menjadi pekerjaan utama. Mereka beternak kambing peranakan ettawa sebagai sumber penghasilan harian.
Peternak punya penghasilan utama dari susu segar kambing peranakan ettawa. Satu kambing induk bisa menghasilkan susu 0,5-1,2 liter per hari. Susu segar dijual Rp20.000-Rp30.000 per liter.
Kotoran dan air kencing kambing ini pun laku dijual untuk pupuk. Harganya Rp15.000 per liter, sedangkan kotoran kambing Rp45.000 per zak.
Hasil dari susu kambing ini juga memunculkan usaha baru. Susu segar bisa diolah menjadi susu bubuk, caramel, dodol, kerupuk, es krim, hingga yoghurt. Susu kambing pun disajikan di kafe-kafe dengan berbagai variasi rasa, seperti stroberi, apel, atau koko-pandan.
Peternak di Sukorejo, Suyadi, mengaku memproduksi susu segar sekitar 2,7 liter per hari. Hasil penjualan dimanfaatkan untuk kebutuhan biaya sekolah anak dan memenuhi kebutuhan harian. Selain dijual, susu kambing juga dikonsumsi keluarganya. “ Anak saya tumbuh cerdas dan daya tahannya lebih kuat,” katanya berpromosi.
Air kencing dan kotoran kambing ia gunakan untuk menyuburkan tanaman salaknya selain dijual. Pertumbuhan tanaman salaknya semakin bagus sebagai salak organik. “ Pokoknya tidak ada yang terbuang dari kambing, dari daging, susu, kulit, hingga kotorannya bermanfaat,” ujar Suyadi.
Keberadaan kelompok yang dibentuk sejak 1990-an ini memudahkan peternak. Kelompok Peternak Sukorejo I di Sukorejo dan Pangestu di Kemirikebo mendapatkan pendampingan mengenai pakan kambing dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Di Sukorejo terdapat 38 peternak dengan populasi kambing 250 ekor. Di Kemirikebo ada 65 peternak dengan 623 kambing. Tanah kas desa dimanfaatkan untuk kandang koloni (kelompok) terpusat di satu lahan. Kawasan perkampungan bebas bau ternak.
Warga memanfaatkan lahan seluas 5,6 hektar tanah kas desa untuk ditanami rumput ternak. “ Keuntungannya, kampong bersih, kambing terkumpul. Kawasan yang dulu gersang kini sejuk dengan banyak tanaman hijau,” tutur Supardi, Ketua Kelompok Peternak Pangestu.
Dikelola Modern
Peternak yang lebih modern memiliki tempat khusus untuk memerah susu, seperti Mohammad Rosyidi, warga Hargobinangun, Kecamatan Pakem. Dia punya laboratorium mini untuk membuat yoghurt dan varian rasa susu segar.
Sementara Bondan Danu Kusuma punya trik mengembangkan usaha. Kandangnya ada di Kaligesing, Purworejo. Dia membuka kedai susu kambing di Condongcatur, Yogyakarta. Yang membeli tiga botol susu segar diberi hadiah ikan cupang. Satu botol susu segar 330 mililiter dijual Rp13.000. Di kedainya tersedia brosur manfaat susu kambing dan kandungan gizinya. Sebagian masyarakat mengkonsumsi susu kambing untuk kesehatan.
Keuntungan lain beternak kambing ettawa adalah bias menyiapkan kambing bibit unggul untuk kontes. Harganya bias mencapai puluhan juta rupiah, tetapi butuh perawatan ekstra. Pemelihara kambing kontes, menurut Riswanta, laku terjual Rp35 juta. Saat ini Jupe, kambing betinanya ditawar Rp45 juta, sedangkan pejantannya, Tiger, yang menang kontes ditawar Rp25 juta. “ Perlu perhatian khusus, mulai merawat kuku, tanduk, hingga rowes (bulu pada paha belakang)-nya. Warna bulunya bagus, kaki dan badan tegap, telinga menjuntai kebawah, itu diantaranya criteria yang harus dijaga untuk kambing kontes,” tuturnya.
Bisnis Menguntungkan
Kambing ini diyakini peternak punya prospek cerah. Kambing ettawa diperkenalkan di Indonesia pada jaman pendudukan Belanda. Ettawa didatangkan dari India dengan nama fries indie dan diperah susunya untuk memnuhi kebutuhan orang-orang Belanda.
Selanjutnya, kambing ettawa dikawinkan dengan kambig local dan menghasilkan peranakan ettawa (PE) yang dikembangkan sebagai kambing perah. Selain diambil susunya, kambing PE diternak untuk kepentingan kontes serta penggemukan untuk diambil dagingnya.
Kambing PE dapat hidup di dataran rendah dan tinggi serta tahan terhadap suhu dingin. Kambing jenis ini berkembang pesat, umur 1,5 tahun sudah masuk usia kawin. Lama buntingnya 148 hari, dengan interval jarak kebuntingan sekitar tiga bulan dari melahirkan pertama. “ Setiap kelahiran anak dua ekor,” tutur Suyadi, peternak di Sukorejo.
Makanan kambing PE pun lebih mudah karena kambing ini bisa mengonsumsi berbagai hijauan makanan ternak, seperti lamtoro, kaliadra, turi, sengon, daun nangka, rumput kebun, rumput gajah, jerami kedelai, bungkil kacang, dan jerami jagung. Pakan lainnya berupa ampas tahu, pollar (kulit gandum), hingga konsentrat. Makanan yang diperlukan satu kambing PE per hari 10-15 persen dari berat badannya, sedangkan makanan tambahan 1 persen dari berat badan.
Menurut Guru Besar Fakultas Peternakan UGM Kustantinah Adiwimarta, beternak kambing merupakan investasi yang menguntungkan. “ Kalau dulu beternak sebagai simpanan, sewaktu-waktu bias dijual saat ada kebutuhan,” ujarnya.
Peternak di Desa Girikerto, Kecamatan Turi, pada awalnya tak mau memerah susunya. Saat ini, memerah susu kambing PE menjadi sumber pendapatan harian bagi mereka di samping penghasilan dari berkebun salak.
Peternakan kambing dengan konsep pertanian terpadu itu turut menjaga keseimbangan alam. Kepala Bidang Hewan Ternak, Kebun Pendidikan Penelitian, dan Pengembangan Pertanian UGM Bambang Suhartanto menjelaskan, pola itu menjaga siklus ekologis. Hasil kotoran kambing digunakan untuk pupuk organic dan pupuk cair yang dimanfaatkan untuk berbagai tanaman ataupun biogas. Tanaman hijauan menghasilkan pakan kambing.
(Sumber : Harian Kompas edisi Rabu, 6 Juli 2011)
Label: Pengelolaan
<< Beranda