Rabu, 22 Februari 2006

Mengolah Sampah Kayu Menjadi Kerajinan Antik



Kreatifitas memang menjadi kunci keberuntungan bagi setiap orang, karena berbeda orang akan berbeda pula kreatifitasnya. Apalagi itu menyangkut kerajinan tangan. Bagi orang biasa sampah kayu hanya akan dibuang atau dijadikan kayu bakar yang nilainya tidaklah besar. Akan tetapi berkat kreativitas orang-orang tertentu barang sampah tersebut dapat disulap menjadi kerajinan bernilai seni dan ekonomis tinggi. Itulah yang dilakukan sekelompok Pemuda Karangtaruna di Desa Kamojing Kec. Cikampek. Secara berkelompok mereka menuangkan kreativitasnya mengolah sampah kayu menjadi aneka ragam kerajinan yang sangat menarik.

Berada di sebuah bangunan mungil dengan pemandangan indah situ Kamojing yang juga Sekretariat Karang Taruna “Taruna Bhakti” Desa Kamojing, mereka berkumpul dan menuangkan kreativitas sekaligus menjadi galeri karya mereka. Hasil karya seni yang dihasilkan antara lain hiasan akar pohon dengan beragam aksesoris ular, patung burung, miniatur perahu, relief, lukisan dan karya kreatif lainnya.

Sosok Kang Ewok atau nama aslinya Supardi merupakan penggagas sekretariat tersebut sejak beberapa waktu yang lalu. Saat inih asil kerajinan anak-anak muda karang taruna ini sudah empat kali dipamerkan di beberapa pameran. Pembelinyapun berasal dari beberapa kalangan termasuk pejabat pemerintahan.

Proses Pembuatan Kerajinan Sampah Kayu

Pembuatan kerajinan sampah kayu memakan waktu yang cukup lama, mulai dari satu hari hingga ada yang memakan waktu dua bulan, sesuai dengan tingkat kesulitannya. Untuk pembuatan asbak misalnya, mereka bisa selesaikan dalam satu hari, relief lukisan dua dimensi bisa diselesaikan hingga satu mingu, sedangkan untuk pembuatan hiasan akar dengan tambahan ular dan burung finishing-nya memakan waktu hingga 2 bulan. Adapun, bahan dasar pembuatan kerajinan tersebut adalah akar-akar pohon yang ditinggalkan oleh penebangnya, limbah kertas koran, cat, tepung aci dan lain-lain.

Harga untuk satu produk kerajinan sangat bervariatif, mulai dari yang 15 ribu rupiah, hingga yang tertinggi 9 juta rupiah. Sedangkan, pemasaran hasil produksinya ternyata tidak hanya di Karawang, tapi sudah merambah keluar Karawang diantaranya adalah ke Surabaya. (Galeriukm).

Sumber: http://www.karawanginfo.com/


www.blogger-kawunganten.blogspot.com

Label: ,



Rabu, 08 Februari 2006

Usaha Dengan Modal Dengkul



Untuk memulai usaha, tidak melulu selalu berawal dari modal uang. Karena segala sesuatunya sebenarnya berasal dari ide-ide dan impian yang tiap orang miliki.

Tapi sebrilian apa pun ide itu tidak akan ada artinya jika kreativitas yang ada tidak dikembangkan. Untuk itu, diperlukan pentingnya keberanian mengambil risiko dalam berbisnis.

“Jika ada modal usaha yang lebih penting dari uang, berapa pun besarnya, modal itu adalah ide-ide cemerlang dan impian yang menggairahkan pemiliknya. Kebanyakan wirausaha terkemuka memulai usahanya dengan modal dengkul,” jelas Andrias Harefa dalam bukunya, Berwirausaha dari Nol, terbitan Daras Book.

Sebagian besar orang sukses di dunia mengawali kesuksesannya dengan ide-ide yang tidak lumrah, kreatif dalam mengimplementeasikan idenya, serta berani untuk merealisasikanya kreasinya tersebut.

Tapi, apakah tiga hal itu cukup. Ternyata belum, wirausahawan harus jeli melihat masalah sebagai peluang. Masalah-maslah yang muncul dalam kehidupan justru memunculkan peluang.

Pasalnya, masalah yang dihadapi banyak orang memerlukan solusi, alternatif pemecahan, jalan keluar. Dan itu dapat memberikan nilai ekonomis bagi mereka yang mampu menawarkannya sesuai kebutuhan yang ada.

Akan tetapi, tidak semua peluang baru yang muncul itu memberikan peluang usaha yang bertahan lama. Di mana saluran pemasaran tidak terjamin ke depannya karena masalah yang dihadapi orang banyak itu berangsur memulih.

Ada satu hal yang membuat wirausahawan nyaman dalam menjalankan usahanya, yakni memilih usaha sesuai dengan hobi dan minat. Dengan berusaha berdasarkan hobi ini, orang umumnya berpendapat kekayaan dan popularitas hanyalah konsekuensi, bukan tujuan utama.

Sikap menjajal hal-hal baru juga perlu dilakukan. Dengan ini, maka kemungkinan untuk melebarkan sayar usaha terbuka lebar. Karena potensi dari hal yang belum tergarap dapat terpetakan.

Selanjutnya, jangan pernah menyerah jika apa yang dihasilkan tak sesuai harapan. Kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda, tetap komit atas apa yang dilakukan dengan inovasi yang dilakukan bakal membalik kegagalan menjadi kesuksesan.

Sumber : http://www.cuwelamomang.com/usaha-dengan-modal-dengkul/


www.blogger-kawunganten.blogspot.com

Label: ,



Selasa, 07 Februari 2006

Sukses = Ketekunan + Kreativitas



Penulis : Ade Asep Syarifuddin

TETANGGA sebelah kanan saya adalah seorang tukang jahit. Dia bilang ayahnya, kakek dan neneknya dan para leluhurnya juga tukang jahit. Sudah berpuluh-puluh tahun menjadi tukang jahit. Kondisi kehidupannya tidak kaya, juga tidak miskin. Cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun kalau ada biaya yang cukup besar terpaksa harus cari utangan.

Anehnya, jahitan yang digarapnya adalah order tetap dari seorang juragan. Dengan upah fix cost per satu pakaian Rp 15.000 dari 15 tahun yang lalu tidak juga ada perubahan sampai sekarang. Sepertinya merupakan hal yang tabu kalau harus menawar tarif karena dari dulu sudah diberi order tetap. Mereka beranggapan order tetap itu adalah bentuk dari kemurahan dan kebaikan hati sang juragan.

Sementara tetangga sebelah kiri saya juga tukang jahit. Bedanya, dia sekolah tukang jahit di kota besar selama satu tahun. Selain menjahit, juga belajar pola dan desain. Yang dia kerjakan bukan hanya menerima orderan dari seseorang, tapi dia sendiri kadang-kadang mencari orderan. Tarif yang ditawarkan bermacam-macam, kalau hanya menjahit pakaian dengan pola yang sudah ada bisa murah. Kisaran Rp 50.000 saja. Tapi kalau mau membuat pakaian dengan jenis yang lain ada dua harga, pertama harga menjahit dan kedua harga membuat pola sesuai pesanan. Harga membuat pola bisa 3-5 kali lipat harganya.

Pekerjaan tetangga saya yang kedua ini belum lama dilakukan. Dia berprofesi sebagai tukang jahit sejak 3 tahun yang lalu. Sebelumnya dia adalah seorang marketing yang berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain. Tapi karena perusahaannya bangkrut, dia alih profesi menjadi tukang jahit. Uang pesangonnya digunakan untuk kursus menjahit dan membuat pola. Bisa dibandingkan, tetangga kedua mendapatkan penghasilan jauh lebih besar daripada tetangga yang pertama.

Apa perbedaan penjahit pertama dan penjahit yang kedua? Saya menilai penjahit pertama adalah tipe orang yang tekun, sabar dan nrimo. Sehingga pekerjaan yang sudah dilakoninya sejak berpuluh-puluh tahun terus diwariskan ke generasi berikutnya. Tapi memang tukang jahit pertama miskin kreativitas. Sementara tukang jahit yang kedua adalah tipe orang yang kreatif. Dia tidak mau menerima keadaan yang itu-itu saja, dia belajar berbagai macam hal. Bila mendapatkan order atau membeli barang, kalau bisa ditawar kenapa tidak. Tipe yang kedua ini dikategorikan sebagai penjahit yang kreatif sekaligus tekun. Tekun karena dia juga menjalaninya dengan serius, tidak dikerjakan asal-asalan.

Di zaman yang serba berubah seperti sekarang ini, ketekunan saja tidak cukup. Memang ketekunan adalah modal awal untuk mencapai tujuan. Tapi ketekunan tanpa kreativitas bisa benar-benar berbahaya. Mengapa berbahaya? Kalau mengambil contoh tukang jahit di atas, bila suatu saat tidak ada order menjahit maka mereka bisa-bisa tidak bisa mendapatkan uang, tidak bisa makan dan akibat-akibat lainnya, karena keterampilan mereka hanya satu. Sementara sikap orang kreatif bila terjadi perubahan situasi ekonomi apakah bentuknya sepi order atau hal lainnya, mereka akan mencari jalan keluar dan belajar hal baru. Sehingga walaupun sepi order di bisnis pertama, dia masih bisa melangsungkan pekerjaannya di bisnis yang lain.

MELATIH KREATIVITAS

Kreativitas itu tidak bisa muncul sendiri, perlu dilatih, diasah dan dilakukan secara terus menerus. Kreativitas itu pekerjaan otak kanan seperti berimajinasi, membayangkan gambaran-gambaran baru, memvisualisasikan ide-ide spektakuler. Bahkan mengabaikan istilah tidak mungkin. Semuanya bersifat mungkin, kalau orang lain bisa melakukan, dirinya juga bisa melakukan juga. Kalau dalam imajinasi masih tergambar, suatu ketika bisa terwujud. Orang-orang Jepang adalah salah satu contoh orang yang memiliki kualitas mental tekun dan kreatif. Tekun karena mau melakukan satu pekerjaan sampai selesai, kreatif karena selalu mencari inovasi baru dari waktu ke waktu. Tidak heran kalau produk otomotif seperti motor dan mobil lahir dari tangan-tangan putera negeri Jepang.

Mengapa Jepang sampai memiliki mental seperti itu? Banyak faktor yang menyebabkannya. Faktor alam cukup dominan, di sana tidak ada sawah, ladang, hutan yang hijau. Jangan harap bisa menanam singkong di Jepang. Gempa bumi pun menjadi langganan Jepang karena letak geografis negeri tersebut berada tepat di antara lempengan bumi. Tapi kondisi yang sulit tersebut memaksa mereka untuk berpikir keras untuk mencari jalan keluar. Dan betul, jalan keluar ditemukan. Pikiran kita bekerja sesuai dengan program si empunya. Bila si empunya pikiran menyuruh untuk mencari solusi atas satu persoalan, jawaban atas persoalan tersebut segera ditemukan. Sebaliknya bila pikiran dibiarkan tidur dan "nganggur" tidak akan ada hasil apapun.

Tengoklah negara Indonesia yang hijau, subur, menanam singkong langsung jadi. Kondisi alamnya benar-benar memanjakan. Nganggur pun masih bisa makan, apakah dengan tebal muka ikut orangtua terus atau meminta kepada teman. Bahkan tidak sedikit yang sudah menikah masih tinggal bersama orangtua dengan berbagai macam alasan, baik alasan ekonomi atau alasan psikologi kangen orangtua.

Terlepas dari alasan apapun dengan berbagai macam pembenarannya, kondisi di Indonesia seperti itu memunculkan sikap miskin kreativitas, tidak berani dengan risiko, comfort zone dan mencari aman. Paradigma yang muncul adalah lebih baik tetap dengan kebiasaan lama walaupun penuh dengan risiko buruk, tapi risiko itu sudah diketahui sejak lama. Orang malas resikonya tidak punya penghasilan banyak, tapi tetap malas karena risikonya sudah diketahui. Sementara untuk melompat keluar zona nyaman risikonya ada dua, gagal dan berhasil. Kalau berhasil tidak ada masalah baru, tapi kalau gagal ini yang repot. Sementara kegagalan di luar zona nyaman sama sekali belum diketahui risikonya akan seperti apa. Demikian kira-kira mengapa paradigma comfort zone senantiasa dipertahankan.

Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah, bagaimana supaya bisa keluar dari zona nyaman? Bisa dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan sungguh-sungguh memaksakan diri keluar dari kebiasaan lama sambil belajar. Ini dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kesadaran bahwa hidup ini harus berubah terus kalau ingin tetap survival dan selalu bisa menjawab tantangan yang muncul. Sementara cara kedua dengan tingkat risiko yang lumayan tinggi, bisa berhasil bila disikapi secara positif dan bisa juga gagal bila disikapi negatif. Caranya adalah mengalami persoalan hidup yang berat, apakah di-PHK, rumah kebakaran, merantau keluar kota, orangtua yang menjadi tumpuan meninggal atau kena tipu orang sehingga kekayaannya ludes. Yang berpikir positif akan memulai lagi dari nol dan terus berjalan sambil terus menerus belajar. Yang menyikapi secara negatif, kejadian tersebut dianggap sebagai kiamat dunia yang membuatnya frustrasi, gila bahkan bunuh diri.

Banyak contoh kasus orang-orang yang berhasil melampaui persoalannya. Hellen Keller misalnya, adalah contoh sukses dari orang yang buta dan tuli. Tapi mengapa dia berhasil menempuh pendidikan sampai tingkat Doktor dan menjadi orang yang memiliki kepedulian tinggi pada orang buta dan tuli. Thomas Alfa Edison yang tuli bisa menjadi tokoh besar dalam sains dan contoh-contoh konkret lainnya.

Tidak ada kaitan antara cacat fisik dengan kesuksesan. Kalau mereka yang cacat bisa sukses, mengapa kita yang memiliki struktur fisik yang normal sangat cengeng dan mudah menyerah. Di sinilah perbedaan mental baja dan mental kerupuk. Dan itu perlu latihan terus menerus untuk memiliki mental baja patang menyerah, apapun tantangan yang muncul bisa dihadapi dengan senyuman.
_______________________
*) Penulis adalah General Manager Harian Radar Pekalongan. Bisa dihubungi di asepradar@gmail.com atau http://langitbirupekalongan.blogspot.com

www.blogger-kawunganten.blogspot.com

Label: , ,



Kamis, 02 Februari 2006

Menyulap Limbah Kaca Jadi Kerajinan Bernilai



Hati Tergerak kala Lihat Tumpukan Kaca Bekas. Kreativitas jika dipupuk terus dan dijalani dengan tekun hasilnya akan segera kelihatan. Itu pula yang dilakukan Rendra Anang Pambudi. Berbekal kemauan keras, lelaki 31 tahun ini mampu memanfaatkan limbah kaca menjadi hiasan bernilai tinggi. Tumpukan limbah kaca tampak berserakan di depan rumah Rendra Anang Pambudi di Perum Graha Sapto Raya, Pakis. Tumpukan kaca itu tak beraturan. Sebagian dibiarkan tergeletak begitu saja.

Di ruang tamu rumah berukuran 6 x 7 meter itu tampak Rendra serius mengamati hasil karyanya. Ada miniatur menara Petronas (Malaysia), menara Eiffel (Prancis), dan beberapa miniatur lainnya. Miniatur itu tertata rapi di sudut-sudut ruang tamu. Ada yang sudah 100 persen jadi, ada pula yang baru tergarap 80 persen.

"Semua ini sudah ada yang pesan. Tinggal finishing dan kirim saja," ucap Rendra saat melihat koran ini mengamati karyanya Sabtu (5/4) kemarin.

Semua miniatur yang berjumlah lebih dari sepuluh buah dengan berbagai ukuran itu memang sudah dipesan pelanggan seni kaca ini sebulan lalu. Setelah mendapat pesanan, biasanya Rendra membutuhkan waktu satu minggu untuk menyelesaikannya.

Rendra sendiri menyebut karya miniatur bangunan dari kaca itu dengan sebutan kerajinan kaca datar. Disebut begitu karena karya Rendra ini berupa tumpukan-tumpukan kaca yang disusun rapi mendatar membentuk miniatur sebuah bangunan. "Menatanya memang mendatar, makanya saya menyebut karya ini sebagai kerajinan kaca datar," terang Rendra.

Di Malang Raya, perajin kaca datar seperti Rendra ini belum ada. Sedang di kota lain seperti Bali dan Jogja, perajinnya cukup banyak. Bahkan di Bali, perajin kaca datar banyak mendapat tempat di hati turis manca, sehingga pesanan pun tak hanya dari dalam negeri, tapi juga luar negeri.

Ide membuat miniatur bangunan dari limbah kaca ini mulai muncul di benak Rendra pada 2005. Saat itu, pria berkaca tebal ini melihat tayangan TV swasta tentang pemanfaatan limbah. Pengaruh tayangan tersebut membuat dia penasaran dan selalu berpikir mengenai limbah apa yang bisa dimanfaatkan.

Kegelisahan Rendra selama lebih dari sebulan itu akhirnya terjawab. Kala itu ia berada di toko bangunan. Saat di toko itu, Rendra melihat banyak tumpukan kaca bekas yang sudah tak terpakai. Dari situlah idenya muncul. Inspirasi memanfaatkan limbah bekas dari tayangan TV yang dilihatnya makin membuatnya semangat.

"Saat melihat tumpukan kaca bekas, saya masih belum punya ide digunakan untuk apa kaca itu. Sesampainya di rumah, ide bermunculan," kenang pria lajang ini.

Berbekal kemauan dan tekad keras, Rendra kembali ke toko bangunan untuk membeli limbah kaca itu. Agar idenya bisa segera terealisasi, Rendra juga membeli beberapa perlengkapan lainnya. Di antaranya lem kaca, alat pemotong kaca, dan tang pemotong kaca.

Untuk merealisasikan kemauannya, Rendra mengambil waktu luang setelah mengajar sebagai guru kursus privat bahasa Jepang. Waktu luang itu hanya tersedia pagi dan malam hari. Sebab, siang hingga sore, Rendra harus memberi les privat. Di waktu luang itu, Rendra menyiapkan dirinya berkonsentrasi penuh pada limbah kaca.

Selama satu bulan penuh, Rendra mengisi waktu luangnya dengan kerajinan tangan tersebut. Hasilnya, sebuah miniatur menara Eiffel berhasil dibuatnya. Karyanya itu kemudian ditunjukkan pada orang tua dan tetangganya. Hasilnya, mereka tak percaya kalau miniatur tersebut terbuat dari limbah kaca. "Mereka mengira kalau saya beli di perajin," kata Rendra.

Karena banyak yang ragu, Rendra pun kembali membuat miniatur yang sama. Untuk miniatur kedua, Rendra hanya membutuhkan waktu dua minggu saja. Hasilnya lebih baik dari produksinya yang pertama. Para tetangga pun minta agar Rendra menawarkan kerajinan tangannya di pasar Minggu Gajayana Kota Malang.

Dua miniatur buatannya seharga Rp 75 ribu itu pun laris manis. Bahkan sejak itu Rendra kebanjiran pesanan hingga sekarang. Para pemesan bukan saja dari warga Malang Raya, tapi juga luar kota seperti Surabaya, Blitar, dan Jakarta.

Seiring banyaknya pesanan, limbah kaca yang dibutuhkan juga semakin banyak. Setiap minggunya, Rendra sudah menghabiskan lebih dari 50 kg. Setiap kilo limbah kaca harganya Rp 300 rupiah. Bahkan kalau ada yang menginginkan ada ornamen warna, Rendra harus membeli kaca yang bukan limbah. "Sekarang saya juga sudah mempunyai tiga orang pekerja. Sebab banyak order yang masuk," aku Rendra.

Melihat potensi kerajinan kaca datar ke depan terlihat baik, sekarang Rendra mulai mengurangi intensitasnya sebagai guru les privat. Dia mulai membuka jaringan pemasaran. Terlebih berusaha mengembangkan kerajinan ini menjadi industri yang besar. "Itu cita-cita saya," ujar Rendra.

sumber berita :
http://www.matabumi.com/features/menyulap-limbah-kaca-jadi-kerajinan-bernilai

www.blogger-kawunganten.blogspot.com

Label: ,